Media Siber Real life and Virtual life
Real life and Virtual life
Banyak Sekali dari segelintir orang menganggap Virtual life adalah sebagai Real life juga,sebenarnya bukan dikarenakan itu virtual dan bukan real life .banyak dari kita terlalu mengekspos diri kita di virtual life kita sehingga tidak adanya privasi dan orang dapat melihat kehidupan kita secara dengan mudah padahal itu bukan real life kita sehingga orang bisa saja melihat dengan sebelah mata atau tidak sesuai dengan di real life nya dan jejak digital tidak bisa dihapus.
Beberapa contoh empati didalam Virtual life /Sosial media :
- Pegang kendali terhadap diri sendiri Di dunia nyata, jika seseorang mengajak Anda untuk berbincang namun dengan cara yang tidak sopan, langkah yang biasanya diambil adalah dengan tidak menggubrisnya. Sama halnya di dunia online, jika Anda menemukan orang yang menyebalkan, Anda tak perlu menghiraukannya.
Anda juga harus menyada
ri bahwa kata-kata Anda dapat mempengaruhi orang lain. Jika Anda merasakan dorongan atau keinginan untuk menghina seseorang di platform online - tanyakan pada diri Anda sendiri mengapa Anda bisa memiliki perasaan itu, dan apakah orang lain juga memiliki alasan yang sama. Yakinkan diri Anda dahulu bahwa amarah dan rasa benci mereka tak akan mengubah opini Anda, dan begitupun sebaliknya.Fokuslah pada pesan-pesan positif yang menunjukkan empati kapanpun dan dimanapun. Sebagai contoh, memberikan ucapan selamat ketika seseorang berhasil meraih prestasi dapat memberikan kebahagiaan bagi mereka, sama halnya juga seperti ejekan dan hinaan yang dapat membuat mereka sedih.
- Cermat dalam mengkurasi timeline media sosial
Media sosial seperti Facebook memudahkan Anda untuk mengkurasi atau mempersonalisasi kabar beranda (Newsfeed) sesuai keinginan Anda.Penting untuk dipahami bahwa meskipun internet memungkinkan untuk berbagi informasi secara cepat, informasi yang biasanya dibagikan hanyalah sebagian kecil dari apa yang sebenarnya terjadi. Oleh karena itu, jika Anda merasa kewalahan dengan banyaknya berita negatif yang Anda lihat, Anda dapat mulai mengikuti akun-akun yang membagikan berita-berita positif, sehingga Anda tidak merasa terlalu stres karena melihat berita yang buruk.
- Rayakan hidup Anda bersama teman dan keluarga
Seringkali kita membandingkan kehidupan dan segala yang kita miliki dengan orang lain, yang terlihat jauh lebih baik dari kita. Cara termudah untuk membebaskan Anda dari cara berpikir seperti ini adalah berfokus pada diri dan kehidupan yang Anda jalani.Carilah hal-hal yang membuat Anda mensyukuri kehidupan ini; hal-hal tersebut akan membuat Anda menghargai apa yang Anda miliki. Tak hanya itu, tengoklah dan berikan perhatian yang tulus kepada teman-teman dan keluarga Anda. Mereka bukan hanya sekedar komponen utama yang dapat memperkaya hidup Anda dan membuat Anda menjadi diri sendiri - hal sederhana seperti menanyakan kabar mereka dapat memberikan perbedaan yang positif bagi kesehatan mental mereka.
Melatih empati di ranah online merupakan bagian dari program Asah Digital dari Facebook yang menyediakan sumber daya untuk membangun komunitas global yang bertanggung jawab dan memiliki keterampilan yang mumpuni untuk menjadi warga digital yang lebih baik.
Pandemi Covid-19 memaksa orang banyak memaksimalkan teknologi digital untuk berkomunikasi, sekolah online, hingga bekerja online. Di satu sisi, kehadiran teknologi membuat orang tetap beraktivitas, tapi di sisi lain meningkatkan risiko pelaku kekerasan seksual melecehkan korbannya secara online.
"Sekarang sedang marak KBG (Kekerasan Berbasis Gender) dan KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online). Jadi, memang terjadi peningkatan dengan banyak kasus pelecehan seksual yang terjadi di sekitar kita. Kondisi ini perlu kita cermati bersama bagaimana cara menanggulangi dan mencegahnya agar anak-anak dan masyarakat tidak menjadi korban,"pelecehan seksual yang paling umum di ruang digital itu berupa sexting (sex and texting), seperti merendahkan seseorang secara gender dan bujuk rayu. Selain itu, ada yang merendahkan martabat seseorang secara seksual. Ada juga grooming, yakni bujuk rayu berupa penipuan, seperti iming-iming dengan hadiah.
"Karena sekarang banyak anak maupun remaja menggunakan teknologi digital dalam berkomunikasi, maka mereka perlu kuota. Nah, pelaku pelecahan seksual bisa dengan mudah mengiming-imingi mereka dengan membelikan mereka kuota agar bisa mendapatkan material seksual dari anak-anak, remaja, atau dari perempuan," papar perempuan yang pernah menjadi Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Mereka yang dapat dibujuk rayu adalah mereka yang belum mengerti bahwa apa yang diminta pelaku itu sebetulnya, termasuk pelecehan seksual. Ia mencontohkan, dengan bujuk rayu alasan kesehatan, mereka menunjukkan bagian tubuh mereka yang sebenarnya sangat pribadi.
"Ada juga mereka dibujuk rayu dengan alasan kebugaran tubuh. Dengan memperlihatkan foto-foto bagian tubuh mereka, pelaku menggunakannya untuk pelecehan seksual. Jadi, banyak sekali tipu daya pelaku. Intinya, mereka ingin diberi materi-materi seksual dari anak-anak atau remaja, baik foto maupun video,"
Komentar
Posting Komentar